Mengenal Jjampong, Kuliner Korea Mi Kuah Seafood Pedas Populer di Korea


Jika kamu penggemar sajian hidangan ala Korea, pasti mengenal varian mie bernama jjampong kan? Sajian mie ini umumnya sering disajikan juga bersama jjajangmyeon. 

Namun berbeda dengan jjajangmyeon yang punya ciri bumbu pasta kacang hitam yang khas, jjampong punya kuah cair berwarna agak merah. Dengan warna yang agak merah tersebut, kuah jjampong punya ciri khas bercita-rasa sedikit pedas. Isian jjampong pun umumnya berupa ragam seafood, irisan daging babi, dan sayur-sayuran segar yang pas berpadu dengan kuahnya.

Nah, supaya kalian lebih mengenal lagi mie seafood berkuah pedas asal Korea ini. Yuk simak artikel penjelasannya di bawah ini. 

Apa Itu Jjampong?

Dalam semangkuk sajian jjamppong terdiri dari mie segar, berbagai sayuran dan berbagai hidangan laut yang disajikan dalam kuah sup panas berwarna merah. Kuahnya sendiri terbuat dari kaldu seafood ataupun kaldu babi yang diberi bumbu bubuk cabai (gochugaru). Tambahan bumbu bubuk cabai tersebut membuat cita-rasa kuahnya cukup pedas namun nikmat saat disantap.

Di Korea, popularitas jjamppong selalu bersanding dengan jjajangmyeon yang berupa mie dengan bumbu pasta kacang hitam. Jadi wajar jika kamu selalu menjumpai restoran yang menyajikan kedua jenis mie ini sekaligus. Meskipun bahan baku bumbu dan isian kedua jenis mie ini berbeda, namun jadi alternatif pilihan yang sama-sama memuaskan.

Sejarah Jjampong, Benar Gak Sih Asli Korea?

Meskipun banyak teori yang membahas asal-usul sajian mie Korea ini, namun paling diyakini bahwa jjampong dibawa oleh imigran asal Tiongkok di Jepang. Dikutip dari MyKoreanKitchen dan Connect2Local, diyakini bahwa imigran serta mahasiwa Tiongkok yang bermukim di Nagasaki, Jepang lah yang menciptakan hidangan ini. Orang-orang Tiongkok sendiri sudah mengenal kuliner mie dengan isian seafood dengan nama Chaomamian yang berasal dari daerah Shandong.

Orang-orang Jepang mengenal sajian chaomamian di restoran Chinese tersebut dengan nama Champon (dibaca: champong). Dan biarpun belum diketahui pasti siapa yang membawa sajian ini ke Korea, namun diyakini ada pengaruhnya dari masa pendudukan Jepang. Sebutan champon yang populer di lidah orang Jepang, akhirnya menjadi jjamppong sesuai penyebutan orang Korea.

Bukan hanya sekedar nama penyebutannya yang berubah, tapi bumbu dan cita-rasanya juga sedikit mengalami penyesuaian. Dalam resep chaomamian khas Tiongkok, kuah rebusannya mengandalkan tulang ayam dan babi untuk membuat kaldunya. Akan tetapi orang Korea mulai membuatnya dengan kuah kaldu seafood dan taburan bubuk cabai (gochugaru) yang populer sejak 1960-an. 

Variasi Jjampong yang Terus Berkembang


Di Korea Selatan sendiri, sajian jjamppong sudah berkembang sangat pesat dengan tercipta bermacam varian penyajiannya. Secara umum, sajian mie seafood berkuah pedas ini diberi nama sebagai Haemul Jjamppong. Meskipun jenis berkuah pedas adalah yang paling populer, tapi banyak restoran akhirnya mengembangkan gaya mereka sendiri ke dalam resepnya.

Salah satu varian rasa yang paling mewah adalah Samseon Jjamppong yang terdiri dari tiga bahan seafood favorit yakni kerang, udang, dan cumi-cumi. Selanjutnya ada Gul Jjamppong yang berisikan tiram yang disajikan dengan kuah kaldu putih yang nggak begitu pedas. Sedangkan variasi yang lebih pedas, ada varian Gochu jjamppong yang bumbunya diberi tambahan kepedasan dari cabai Cheongyang.

Baik variasi rasa kuah pedas maupun gak pedas, sajian mie kuah ini memang pilihan pas untuk menghangatkan tubuh di hari yang dingin. Tapi ternyata, jjamppong gak melulu harus menggunakan bahan karbohidrat dari mie lho. Beberapa restoran mengembangkan varian Jjamppong Bap yang menggunakan nasi hangat sebagai pengganti mie.